Tampilkan postingan dengan label SAJAK / PUISI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SAJAK / PUISI. Tampilkan semua postingan

Maret 16, 2014

SERAMBI INDONESIA : PUISI DOEL CP ALLISAH

Puisi
Serambi Indonesia / Minggu, 16 Maret 2014 08:02 WIB


Karya Doel CP Allisah

TENTANG IMPIAN

bila kemewahan dan kesenangan
dapat segera kau reguk dengan sekelebat senyum pesona
kau akan menangisinya sepanjang waktu
seperti juga kau selalu memandang dari diri sendiri
mengira semua adalah jalan landai menuju hari datang
kapan kau akan merasa perihnya debu atau terik menyengat
atau gigil dingin serta rindu biru yang mencekat dadamu ?

kau tak akan menemukan apa-apa
kau tak akan merasakan kangen melesat bila bersua
kau tak punya pelabuhan untuk merapat
kau tak punya aku yang mendekap
kau tak akan punya kasih sayang
tak punya harapan dan semangat
kau tak bisa berbagi sukaduka
dan itu adalah kesendirian

pada akhirnya apakah yang kau cari dalam hidupmu sayang ?
selain kerelaan dan rasa syukur
karena yang sempurna itu hanya miliknya
hanya milikNya !

2014


Dari Sudut Ulee Kareng

kehangatan yang kau alirkan setiap hari
adalah kenikmatan dan rasa tentram yang semu
pelancar alir darah dalam perbincangan segala
seperti riuh angin merambah rimbun pohon-pohon asam jawa
dalam romansa dan citrarasa ini, aku menyimakmu sejak purba
hingga masa gaya dalam angka-angka
hingga larut malam beraroma mesum hura-hura.

ah, seperti sepanjang hari yang terus mengalir
aku tahu pasti apa yang tersajikan dalam gerai tawa dan sua
dan kita mengikat waktu ditiap senja
memenuhi meja-meja
solong
ceknun
panamas
cekwan
petuah tu
terapung
atau lain warung kopi uleekareng
seperti fatamorgana yang menganga

kehangatan yang kau alirkan
adalah gambar kampungku yang berlari
dalam setiap racikan aroma mimpi

Oktober, 2012

Tentang Wina

Yang kubayangkan tentang engkau adalah berbaris-baris senyum manis
Dalam jajaran waktu masa muda yang bercahaya
Kesederhanaan hari, ketulusan dalam gairah bersekutu
Dan kita bersama-sama merebut masa.

dalam ingatanku, kepakmu melewati taman-taman sepanjang Kyoto
Menyinggahi relung-relung dingin semua musim
Lalu meninggalkan sebaris lengkung pada senja matahari

Yang kubayangkan tentang engkau adalah,
Berbaris-baris sajak
Dan seseorang yang selalu kurasakan sebagai: adikku!

29 Maret 2013

* Doel CP Allisah, penyair dan jurnalis. Koordinator Aliansi Sastrawan Aceh (ASA).


November 18, 2013

SERAMBI INDONESIA : SAJAK-SAJAK DOEL CP ALLISAH

Serambi Indonesia / Minggu, 17 November 2013 08:23 WIB

Sajak-sajak | Doel CP Allisah


Jika Rindu Itu Tak Berbahaya

aku akan datang selepas dini hari barangkali
engkau membawa beberapa baju ganti
selebihnya kita saling menatap diri
dalam kamar penuh imaji

kadang ada baiknya kita terus berlari
menyulam malam hingga sunyi dan
berkhayal tentang masa di kampung yang teramat jauh itu
luka diri

ah, jika mimpi itu tak berbahaya, tentu ia akan segera bersiap
menelan kita hingga mati

Oktober 2013, Ipoh - Perak,


Tautan Jauh

bagai kilau permata [dalam sekilas itu]
misteri meninggalkan debar sepanjang hari
pada kerling dan senyummu

September 2013, Harbor Front Cruise Centre - Singapore


Remembrance

jika kita tersesat di lorong itu
siapakah yang akan menuntun ke ujung cahaya
atau kita akan terus bergandengan tangan
hingga pagi membuyarkan mimpi ?

jika kita tersesat ke dalam mimpi
biarkan hati memilih sendiri

September 2013, Tanjungpinang - Kepri


LFD

aku mengirimkan engkau bunga-bunga
aku mengirimkan engkau lagu-lagu duka ke masa muda
dan menempelkan taklimat: Jangan komentar apa-apa

engkau bingkiskan aku doa-doa
engkau hantarkan aku senyum bahagia
tamsil nasihat dan puja-puja
engkau dan aku menuju matahari
senja: sia-sia

Oktober 2013, Damansara - Kuala Lumpur


Dongeng Bulan Mei - Februari /2/

Setelah aku pergi, kau masih punya catatan-catatan
Yang meriwayatkan gebalau kalbuku
Kau akan terisak dijerat tembang rumah cinta
Kekosongan dan kesendirian, akan menjerat dalam sesak nafas
Dan kau takkan mampu membaginya lagi

Setelah aku pergi, sajakku mengalir dalam airmatamu!

111113

*Doel CP Allisah pernah bekerja sebagai wartawan dan reporter TV di beberapa media di Indonesia dan Malayasia. Menjadi editor untuk 21 buku karya para penulis/sastrawan Aceh dan Brunei Darussalam. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Nyanyian Angin” (1992), serta “The Sadness Song” (2007).



Mei 20, 2013

NOKTAH

Serambi Indonesia / Minggu, 19 Mei 2013 07:58 WIB

Karya Doel CP Allisah

NOKTAH
catatan bagi : ahben/pepe/teteh/congok/ijabrok/miegureeng sekeluarga

Dalam kasih sayangku
Kepergian ataupun kematian itu menjadi muara
Menjadi lorong lurus tak berujung
hampa

Dalam kasih sayang kita
Kubaca perih (ke mana)
(Bagaimana) luka kau tutur
Airmata

Dalam kasih sayang
Hanya hampa
Hanya airmata
Luka setia

Sigli, 2007 - 2010

* Doel CP Allisah lahir di Banda Aceh, pada 3 Mei 1961. Mantan wartawan dan reporter TV di beberapa media Indonesia dan Malaysia ini, sekarang lebih banyak bergiat sebagai editor buku. Dalam tahun 2006-2010, menjadi editor 21 judul buku-buku karya para penulis/sastrawan Aceh dan Brunei Darussalam. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Nyanyian Angin” [1992], serta “The Sadness Song” [2007], juga ikut terkumpul dalam berbagai Antologi di Indonesia. Sekarang koordinator Aliansi Sastrawan Aceh (ASA).



Editor : bakri



CAMPUHAN RIVER

Home / Budaya / Puisi
Serambi Indonesia / Minggu, 19 Mei 2013 07:57 WIB


Karya Doel CP Allisah

Apakah yang bisa kubanggakan darimu
Harga diri yang tergadai
Atau hati yang kosong
Kemolekan dan aroma tubuhmu yang instan
Yang kita poles sekejap di SPA berbau aroma birahi itu?

Aku tak berharap jauh-jauh
Seperti juga kisah setahun itu
Bunga layu di jambangan
Angin berlalu di sela rerantingan
Kegamangan

Apakah yang bisa kubanggakan darimu
Selain kenikmatan sekilas
Dan luka diri?

Ubud - Bali
6 - 12 Oktober, 2009






Maret 25, 2013

LINTAS GAYO : PUISI KOPI DOEL CP ALLISAH

Sunday, March 24th, 2013 | Oleh Lintas Gayo

Dari Satu Sudut Ulee Kareng *

kehangatan yang kau alirkan setiap hari
adalah kenikmatan dan rasa tentram yang semu
pelancar alir darah dalam perbincangan segala
seperti riuh angin merambah rimbun pohon-pohon asam jawa
dalam romansa dan citrarasa ini, aku menyimakmu sejak purba
hingga masa gaya dalam angka-angka
hingga larut malam beraroma mesum hura-hura.


ah, seperti sepanjang hari yang terus mengalir
aku tahu pasti apa yang tersajikan dalam gerai tawa dan sua
dan kita mengikat waktu di tiap senja
memenuhi setiap meja-meja
solong
ceknun
cekwan
petuah tu
terapung
atau disetiap warung-warung kopi uleekareng
seperti fatamorgana yang menganga


kehangatan yang kau alirkan setiap hari
adalah gambar kampungku yang berlari
dalam setiap racikan aroma kopi

Oktober, 2012

*salah satu kawasan minum kopi paling terkenal di Aceh/Indonesia



Di Kota Laut Tawar

[pantai Mepar]

Pong, semerbak harum aroma Gayo kopi
mengalirkan hangat dalam nadi uratku
meredakan gigil dingin malam itu, dan dilingkar kemah kuning biru bujangdara arimolomi mengalunkan tembang epos puteri pukes
dan aku mabuk bayang bunga renggali, suatu masa

[Takengon]

dalam bergelas-gelas gayo kopi yang kureguk
mengaduk-aduk rinduku dalam terawang jauh danau itu
satu-satu berbaris dalam nafasku
Saiful Hadi-Unay-Prapto,Fikar, ibu yang memasak ikan depik di ruko, rumah kak Dumasari di dataran bukit kecil, desir angin Asi Asir dan hulu sungai Peusangan, atau saat terlelap di Time Ruang

setiap gelas kopi Gayo yang kuteguk, bukan hanya ritual sehar-hari
ada kalian bergandengan diantaranya
ada nikmat hangat dan sejuk angin danau yang menerpa tiba-tiba
ada kita larut didalamnya
dan berlari jauh kesetiap sudut dunia

1987 – 2012


Seharum Renggali

Geriap angin danau mengirimkan tempias hujan di Asir Asir
Bagai bayangmu yang beriringan dalam pandang
Lalu semalaman itu, bergelas-gelas kopi mengalir dalam tenggorokanku
Menghangatkan luka diri
Sendiri

1986.


Warkop Pojok Barat Terminal Lama Sigli

buat sastrawan AR. Nasution [Alm]

Seharian aku menantimu, dan segelas kopi terpesan mengepulkan asap harum aroma khas
Membawa ingatan tentang cerita cerita anak didik yang melesat dari busurnya
Tumpukan aneka koran yang menanti, lembar-lembar yang akan kau bolak-balik sepanjang sore
Dan sesekali kau apresiasi karya rekan nurgani, fikar dan nama-nama lain sebayaku
atau kau dengan serius dan berkelakar membahas gaya kampungan cerita bang hasyem ks
dan aku selalu serius ketika kau beri beberapa catatan koreksi tentang sajakku yang ada di halaman budaya hari itu.

Segelas kopi yang telah dingin, seperti juga kau selalu memesan dalam gelas besar bercampur susu dan beberapa potong es yang terus mencair
[Tapi hari ini aku tidak senyaman sore-sore dulu]

Segelas kopi yang kureguk habis seketika, serta warkop pojok barat terminal tua itu
Akan kusimpan dalam hati [sebagai ritual ngopi kita]
Menjadi taman taman yang terbuka

Oktober 2012.


Doel CP Allisah

Doel CP Allisah. Lahir di Banda Aceh 3 Mei 1961. Mantan Wartawan dan Reporter TV di beberapa media Indonesia dan Malaysia ini, sekarang lebih banyak bergiat sebagai editor buku. Dalam tahun 2006-2010, menjadi editor 21 judul buku-buku karya para penulis/sastrawan Aceh dan Brunei Darussalam. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Nyanyian Angin” [1992], serta “The Sadness Song” [2007], juga ikut terkumpul dalam berbagai Antologi di Indonesia. Sekarang sebagai koordinator Aliansi Sastrawan Aceh [ASA].
Puisi karya Doel CP Allisah dinyatakan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI) dengan kurator Fikar W Eda dan Salman Yoga S.




Maret 11, 2013

SERAMBI INDONESIA : SAJAK-SAJAK DOEL CP ALLISAH

Serambi Indonesia / Minggu, 10 Maret 2013 08:43 WIB

Bagi Penari Sarah

Karya Doel CP Allisah

Ketika senyummu mengembang dan kerja matamu, keteduhan
lambungkan anganku pada satu ruang
padang itu, luruh dalam hujan dalam bayangan buram awan
lalu seketika liukkan tarimu
belokkan angin ke lembah-lembah

ketika senyummu mengembang
aku berkaca dalam binar matamu
dalam kilasan itu, seribu angan mengiringi mimpi
membawa hangat luka dan kenangan
sejarah semu, keremajaan

ketika senyummu mengembang, dalam sekejap pandang itu
adakah tarianmu bagiku
bagi rithme pentatonik degup jantung
atau bagi impian yang telah pasti sia-sia?

ketika senyummu mengembang
aku terkurung dalam penjara hatimu
geriap siang dan angin kering berbaris dalam tamansari


Monolog Pagi Karnchanawanich Road

Entah sejauh manakah engkau geliatmu resah di musim hujan
tapi perpisahan ini mengajarkan kita kesetiaan
ketabahan dan kepedihan jadi pilar meniti zaman ruang tanpa batas
suatu hari dimana akan bertemu tepi dan daratan

entah sejauh manakah engkau penderitaanmu
membekukan embun di daun-daun
hutan-hutan senyap dalam kemurungan
dan peron senja itu, mengambang dalam helaan nafas
(entah kenapa) di antara kegalauan kita
menyimpan kenangan pada putaran waktu

entah sejauh manakah engkau
namun ikatan ini (dalam kesetiaan diri) memperkokoh cinta
kemudian sebaris sajak abadi di dalamnya


* Doel CP Allisah lahir di Banda Aceh, 3 Mei 1961. Mantan Wartawan dan Reporter TV di beberapa Media Indonesia dan Malaysia ini, sekarang lebih banyak bergiat sebagai editor buku. Dalam tahun 2006-2010, menjadi editor 21 judul buku-buku karya para penulis/sastrawan Aceh dan Brunei Darussalam. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Nyanyian Angin” (1992), serta “The Sadness Song” ([2007), juga ikut terkumpul dalam berbagai Antologi di Indonesia/Malaysia. Penerima Anugerah Seni KAF 2001 dan Anugerah Sastra Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh 2009 ini, Sekarang menjabat Ketua/Koordinator Aliansi Sastrawan Aceh (ASA).



Editor : bakri



Februari 12, 2013

LINTAS GAYO : PUISI-PUISI DOEL CP ALLISAH

Monday, February 11th, 2013 | Oleh Lintas Gayo

(PUISI) RENGGALI OH RENGGALI

Doel CP Allisah :

semua telah terasakan dalam alun yang lirih
tersenyum lalu saling cemburu
dan akhirnya hari-hari sangkutkan
benci
rindu
resah dan gelisah jadi menyatu
renggali oh renggali
dengan ragu-ragu kita diam terpaku

kitapun berspekulasi bertualang dalam jajaran waktu
bersama memang
ke-utara
ke-selatan
mengurai hakekat hidup
bersembunyi di balik keakuan membatu
renggali oh renggali
entah bagaimana suara hati

ketika kita bertengkar lagi di trotoar jalanan mungkin
kukatakan rindu untukmu, untuk kau miliki
mata menatap heran dan canggung yang terhenti
kita sama bingung membuat nelangsa kian gemuruh
renggali oh renggali
berlari mengejar matahari dengan galah di tangan
tanpa suara tentu

renggali oh renggali
berangkat dari satu rasa, satu penderitaan
merenda kasih di pelataran mesjid



(PUISI) DI LAUT TAWAR SATU KETIKA

anginpun mati pada air bening biru
sedang potret kita bergerak-gerak di serubut depik laut tawar
dalam keharuan yang redam

pantai mepar – takengon, 1989


Doel CP Allisah :


Penyair/wartawan ini di lahirkan di Banda Aceh 3 mei 1961. Menempuh pendidikan di SDN-1 Sigli, SMPN-1 Sigli, Sekolah Pengamat Kehewanan Saree, SMA Padangtiji, pernah kuliah di P2DK dan FKIP Bahasa/sastra Indonesia Universitas Syiahkuala Banda Aceh , kemudian total hidup sebagai penulis.
Mantan Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI Aceh 1983-1996) ini, punya pengalaman sebagai jurnalis antaranya, Redaktur Budaya SKM.Mimbar Swadaya(1982-1985) , Wartawan SKM.Bintang Sport Film(1986-1987), Redaktur Budaya SKM Atjeh Post(1989-1992), terakhir sebagai Reporter Televisi Pendidikan Indonesia (TPI 1994-1996) dan Kontributor sebuah media asing.

Sebagai penyair puisinya di muat di berbagai media di Indonesia dan Malaysia, juga turut mengisi beberapa buku/antologi puisi. Sebagai penyair namanya ikut dimuat dalam. Buku Pintar Nusantara (Ed-Iwan Gayo/UWN-Jakarta 1990), Buku Pintar Sastra Indonesia (Ed-Pamusuk Eneste/Kompas-Gramedia, 2001).

Sementara kumpulan puisinya di bawah judul Nyanyian Angin di terbitkan pada tahun 1992 oleh DCP-Production, serta buku puisinya dalam dua bahasa Inggeris-Indonesia, Nyanyian Miris (The Sadness Song) di terbitkan oleh Dewan Kesenian Banda Aceh/DKB ASA (2007).(writers.net/red.04)




Januari 28, 2013

SERAMBI INDONESIA : PUISI DOEL CP ALLISAH

Serambi Indonesia / Home / Budaya / Puisi
Minggu, 27 Januari 2013 08:42 WIB


Karya Doel CP Allisah

DINI HARI KUALA LUMPUR

Semalaman aku berjalan-jalan dengan diriku
mencium segenap dingin dalam pikiran
Di setiap perempatan aku berdebar harap
Engkaukah yang melintas?
atau inikah kangen yang merambati mimpi
di kampung yang megah ini, dinihari yang mencair
Hanya bayangku setia menjejak
sedang senyummu abadi dalam lukisan hati

HOLIDAY INN 301 SABANG

Ketika gelap, diam ada
Dingin saling menggapai ruang
dan kita tak perlu tahu sejarah
apa mengintai dalam bayang
yang menjadi saksi bisu ke abad silam
bahwa kita pernah bercumbu dalam keterasingan beku
entah siapa, menggapai-gapai sepanjang malam
Melepas kejang kenikmatan!

* Doel CP Allisah, sastrawan



Editor : bakri


Desember 31, 2012

NONLIS DALAM SAJAKKU

Serambi Indonesia / Home / Budaya / Puisi
Minggu, 30 Desember 2012 08:35 WIB


Karya Doel CP Allisah

Tak ada satu jalanpun yang akan mempertemukan
Tak ada ruang dan nafas
Tinggal getar dalam dingin sejarah
Bangku-bangku berdebu
Dan pucuk-pucuk pohon yang menjulang angkasa

Derap siang, panas merambati rasa
Tak ada jalan yang mempertemukan
Kecuali harum dan warna itu
Yang terbawa sepanjang waktu
Yang merapuhkan usia perlahan-lahan

Tak ada satu jalanpun untuk bertemu
Bahkan untuk bertegur sapa
Barangkali kenangan yang enggan pergi

Setelah itu
Angin siang berbaris di rerantingan
Melepas gugur daun hati

Mei, 2009

* Doel CP Allisah, ketua Aliansi Sastrawan Aceh



Editor : bakri






Desember 17, 2012

WARKOP POJOK BARAT TERMINAL SIGLI

Serambi Indonesia /Home / Budaya / Puisi
Minggu, 16 Desember 2012 08:54 WIB



WARKOP POJOK BARAT TERMINAL SIGLI
(Buat Sastrawan alm. Ar. Nasution)

Seharian aku menantimu, dan segelas kopi
terpesan mengepulkan asap harum aroma khas
Membawa ingatan tentang cerita-cerita anak didik
yang melesat dari busurnya
Tumpukan aneka koran yang menanti,
lembar-lembar yang akan kau bolak-balik sepanjang sore
Dan sesekali kau apresiasi karya rekan Nurgani, Fikar dan nama-nama lain sebayaku
atau kau dengan serius dan berkelakar
membahas gaya kampungan cerita bang Hasyem KS
dan aku selalu serius ketika kau beri beberapa catatan koreksi tentang sajakku yang ada di halaman budaya hari itu.
Segelas kopi yang telah dingin, seperti juga kau selalu memesan dalam gelas besar bercampur susu dan beberapa potong es yang terus mencair
(Tapi hari ini aku tidak senyaman sore-sore dulu)

Segelas kopi yang kureguk habis seketika
serta warkop pojok barat terminal tua itu
Akan kusimpan dalam hati (sebagai ritual ngopi kita)
Menjadi taman taman yang terbuka

Oktober 2012

* Doel CP Allisah, penulis. Ketua Aliansi Sastrawan Aceh (ASA)



Editor : bakri

Oktober 29, 2012

MEULABOH SUATU MALAM

home / budaya / puisi
Serambi Indonesia/Minggu, 28 Oktober 2012 08:38 WIB

Karya Doel CP Allisah

di antara seribu penjerat angan. kita hadir
sepi dan lirih angin, lalu tawa sumi tak tertahan. menyatukan hati kita semalam

pante kasih, di sini batas kecipak air teluk. dan sinar bulan redup
sungguh beda dengan harinya yang gerah. 
kitapun telah separuh menjerat angan membawanya dalam resah tidur kota itu

Februari 1987

* Doel CP Allisah, Penulis/Pengelola www.aliansisastrawanaceh.com

Editor : bakri

NYANYIAN LELAKI MUDA

Serambi Indonesia /minggu 28 oktober 2012
Home / Budaya / Puisi


Karya Doel CP Allisah

tiba-tiba angin jadi mati. mencekam mimpi
tiba-tiba kaupun pasrah melepas gaunmu satu-satu
satu-satunya milik kita

April 09, 2012

KONFIGURASI LANGSA DINIHARI - II

Harian Analisa – Medan
Puisi - Minggu, 08 Apr 2012 00:05 WIB


Doel CP Allisah

Konfigurasi Langsa Dini Hari - II


kalau daun-daun sepanjang jalan masih mengirimkan gerisiknya di dahan-dahan, engkaukah itu

menyusup harum dari rambutmu

berkilauan di cahaya pijar lampu-lampu tak lelah menerangi gelap?

semakin riuh debaran, himpitan keinginan mendekap

seperti aroma sawit kampong jawa lama mengejarku sepanjang harap

berjuta terawang dari wajah-wajah yang berlalu

bergegas dibelokan malam.

2010

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/04/08/44517/konfigurasi_langsa_dini_hari_ii/#.T5GHBLP874Q


Juni 14, 2009

KOMPAS.COM : SAJAK-SAJAK - DOEL CP ALLISAH

kompas.com / Sabtu, 13 Juni 2009 | 23:12 WIB

BAGI CORDELIA KECILKU
> pada ultah ke 10

jagalah kecantikanmu dengan perimbangan pesona batin
berzikir kala duka atau bahagia
tawakkal atas segala nikmat goda
niscaya segala yang benar datangnya dari Allah
dari itu semua akan lahir perpaduan keindahan dan kesucian
bagi kecantikanmu yang sementara saja
engkau anakku, sederhanalah dalam gerakmu
rendah hati bagai bumi yang kita jejaki
dan jadilah senyummu yang menawan
seperti laut yang dermawan, yang memberi arti bagi kehidupan
dalam semua itu, engkau akan sangat berarti
seperti alir darah dalam nadi
seperti malam menjaga gelapnya
seperti hangat pelukmu dalam hatiku !

banda aceh ,
13 november 2002

HOLIDAY INN 301 SABANG

ketika gelap, diam ada
dingin saling menggapai ruang dan kita tak perlu tahu
sejarah apa mengintai dalam bayang yang menjadi saksi bisu ke abad silam
bahwa kita pernah bercumbu dalam keterasingan beku
entah siapa, menggapai-gapai sepanjang malam
melepas kejang kenikmatan !

24 februari 2002

LAGU BIRAHI

dalam ruang tak berbatas, antara hutan gedung-gedung
udara beku menyerap seluruh mimpiku
menyambung tali merah dari sesuatu yang tak ada
keriuhan penjarakan matahari dalam lorong-lorong
karna gairah yang tiba-tiba saja terluka
dalam ruang tak berbatas, kegamangan menari-nari
dari supermarket sampai pojok-pojok penginapan
tiap wajah dengan berbagai ekspresi larut dalam keterburuan tak terduga
seperti engkau, sekilas tersenyum di keramaian
antara kenyataan dan kerinduan
antara kebisingan iklan-iklan
dalam ruang tak berbatas, aku temukan geliatmu di pungkur penuh airmata darah kental
mencabik-cabik seluruh kenikmatan, seluruh pencarian
antara ada dan tiada
antara dosa, ketakutan sia-sia

bandung,
januari 1993

NONLIS DALAM SAJAKKU__2

ketika waktu tinggalkan rumahmu
biarlah gema menyisakan desau angin (di beranda)
siangpun menaiki rahasia matahari, menyerap sedih para lelaki
(entah dimana) suara burung menjauh dalam isyarat pertanda kematian
seperti airmatamu mengalir di jendela
membawaku dalam kenangan
membawaku dalam alir darahmu
seharusnya, seluruh nyanyian berkabung tidak kusimpan untuk perpisahan
untuk luka yang melebar

banda aceh,
24 agustus 1996

PULANG

1.
ketika aku tinggalkan tanjungpriok
lembayung senja dan angin dingin segera menyergap mimpiku
teringat ucap terimakasih pak kapten sembiring
saat itu mungkin, menjelang malam juga ketika dalam bayang kami penuh gambaran
perca akan segera menyambut salah satu rohnya

2.
malam kedua di selat karimata
bulan mengembang dalam air membentuk berjuta kilasan
yang berkejaran kebelakang
mengawani aku dalam sunyi waktu

3.
setelah begitu lama menanti
aku ingin pulang kerumah menyusupkan wajah dalam dekapmu
dimana bisa kurasakan detak dada dengan seluruh pengertian yang mengalir

km.rinjani.1990

RENGGALI OH RENGGALI

semua telah terasakan dalam alun yang lirih
tersenyum lalu saling cemburu
dan akhirnya hari-hari sangkutkan
benci
rindu
resah dan gelisah jadi menyatu
renggali oh renggali
dengan ragu-ragu kita diam terpaku
kitapun berspekulasi bertualang dalam jajaran waktu
bersama memang
ke-utara
ke-selatan
mengurai hakekat hidup
bersembunyi di balik keakuan membatu
renggali oh renggali
entah bagaimana suara hati
ketika kita bertengkar lagi di trotoar jalanan mungkin
kukatakan rindu untukmu, untuk kau miliki
mata menatap heran dan canggung yang terhenti
kita sama bingung membuat nelangsa kian gemuruh
renggali oh renggali
berlari mengejar matahari dengan galah di tangan
tanpa suara tentu
renggali oh renggali
berangkat dari satu rasa, satu penderitaan
merenda kasih di pelataran mesjid

mei, 1982

SIGLI, KOTA MASA KECILKU SATU KETIKA

ada yang tak bisa kulupakan padamu, suara hingar dan gerah hari
angin laut pendopo yang nakal
sebahagian denyut itu larut dalam alir darahku
jadi nafas gerakku
jadi sembilu lukaku
jadi perih seketika
ada yang tak bisa kulupakan padamu, kesibukan panjang para muge’
atau rutinitas transaksi di pasar subuh dan lorong-lorong berbau rempah
atau pante-teungoh yang di kelilingi air payou, di mana rohku berlari jauh
mengingatmu ada yang terlepas dan tak tentu arah (masa kecilku yang manis)
ada yang tak mungkin kulupakan padamu, menjelajahi krueng tukah sepanjang hari
lalu menyaksikan wajahmu yang kian keras
betapa egoisme itu tak pernah pupus dan kita menggali lobang untuk kuburan sendiri
begitupun, ada yang tak ingin kulupakan tentangmu
arus semangat itu, melambungkan jiwaku melihat dunia !

desember 31, 1996

TADARRUS MEUNASAH PAPEUN

betapapun lirihnya engkau jiwaku bergetar, dengarlah
selaksa perih merejam menjerat dalam bayang kemilau
betapapun lirihnya engkau namun kutahu pasti arahnya
kesadaran adalah jalan panjang menuju damai
alangkah sejuknya tadarrus tak putus di larut sunyi
percikan irama surgawi dalam kelelahan
betapapun lirihnya engkau di jiwaku menjadi shalawat
pengantar tidur waktu susah
dan sebuah renungan, mengembalikan pikir ke jalan lurus

TENTANG SAHABATKU NURDIN *

engkau punya kamar di hatiku
punya hutan
punya laut
punya getar suara
“segala yang naik ke langit
segala yang ngalir ke muara “
angin ngiring kau pergi
dan gunung itu, di jabal ghafur
jadi warisan abadi mimpi kita
maka, naik-naiklah engkau bersarang di rumahNya
“segala yang naik ke langit
segala yang ngalir ke muara”
engkau walau di mana, jadi segala dalam impianku
seperti juga kenangan selalu saja menjadi dukacita

banda aceh,
januari 19

*Nurdin abdul rachman, bupati kabupaten aceh pidie periode 1980-1990

TRANSE

baris-baris angin menyusup dalam keterasingan kita, apalagi yang di renungkan
setelah gelombang demi gelombang pecah di haribaan pagi
kesetiaan jadi bisu sendiri
tanpa punya arti sedikitpun untuk jadi catatan di kemudian hari
lalu kita kembali memoles senja dengan berjuta kenangan
untuk sekedar mengingat-ingat
bahwa kita pernah menjalin cinta dalam kenikmatan semu
atau inikah isyarat laut dalam kelindapan daun malam
dermaga bisu dan suit angin di layar-layar tinggi ?
baris-baris angin menyusup dalam keterasingan kita, apalagi yang di renungkan
cakrawala biru luas menjamah kaki langit
yang menampung jutaan resah, menguapkan jutaan harapan dalam kedewasaan yang diam-diam rapuh ?
menunggu, berarti menerima setiap kemungkinan
dan apasaja kesempatan, kesempurnaan ataupun rahasia
sinyal gerak yang mengaburkan makna nurani
baris-baris angin riuh menyusup juga dalam keterasingan kita
menggigil sampai kedasar paling dalam
atau cuma nyanyian mimpi, nikmat menjumpaiMu
dalam pertemuan yang teramat singkat ?

lamreung mns papeun,
november 1993

BLOK.M

dari jendela bus bertingkat
seluruh pandang kubingkiskan buatmu
untuk ribuan iklan yang berkejaran
mencari-cari wajah ramah
di balik kaca itu, senyum siapa mengembang
melintas arus yang deras ?
keriuhan mengental
sering aku lupa
dan kita tak peduli di kala bersua

jakarta,1990

KONFIGURASI LANGSA DINIHARI

bulan ke-emasan buram di kotamu
aku hirup nafas kelam
sepanjang jalan pepohonan bergesekan dalam irama satu
menyerap sunyi
menyerap perih hati
langsa dinihari, mengalir dalam darahku
terkenang waktu lalu barangkali engkau seperti anak angsa lincah
menyelam dan berkejaran di telaga
kubayangkan juga kau seperti gadis bergaun putih yang turun dari mahligai tamiang
ia lembut dan senyumnya, aku teringat senyummu
malam itu, aku di kotamu
adakah dingin yang menjerat sama dengan sunyimu
atau cuma bayang-bayang mimpi kerinduan yang tak pernah mati
(ketika jarak kita semakin jauh)
bulan ke-emasan buram di kotamu
membelenggu hingga pagi
angin resah menikam diri

22 februari 1995

MIWAH RIVER
(dalam suatu penerbangan di rimba geumpang)

1.
ada bias, memantulkan wajahmu
di kelindapan batu-batu purba
akupun melayang atas dadamu
yang menyimpan kelu di daun-daun
betapa anggunnya engkau menyapaku suatu pagi

2.
suatu saat aku pasti kembali
sekalipun belum kutahu pasti sebabnya
namun itulah akhir jalanku
karena engkau ada di sana
dalam sunyiNya

3.
pada diammu,
beberapa roh kembali ke asalNya
kalah oleh arogansi dan mesiu !

juni 1995

NYANYIAN MIRIS

dalam riuh gerimis, engkau pulang
kesenyapan abadi dan rentangan kabut
airmata seribu dewa melelehkan genangan darah pada langit terbuka
aku nyanyikan puji-pujian laut lengkung daratan jauh pada batas tatapan
yang menenggelamkan isak tangismu semalam
pada kekosongan yang menyesakkan
seribu hari sia-sia kita persiapkan
menggenggam harapan dan kenisbian waktu
kepedihan telah merejam mimpimu menghanguskan hati lembut dan cinta tiba-tiba
aku menggigil, menaiki rahasia cahya matamu
semua menyeretku pada kenangan dan kematian
semua menyeretku dalam kelu abadi
melepasmu ke lorong panjang sejarah
hatiku letih, riuh gerimis dan airmata mengingatkan aku pada jalanan basah
menggigil antara batas ada dan tiada
dan bayanganmu yang samar hilang dalam kelindapan daun-daun
semuanya menyeretku pada kenangan dan kematian
semuanya menyeretku ke dalam kelu abadi !

banda aceh,
3 mei 1994

PUTROE PHANG
> gunongan ; pk.4:13 - 1979

ketika duduk di sini aku ingat ada yang telah pergi
pupus bayangan yang segera di isi angan dan luka perih
begitu aku menggapai
ada yang tak tersentuh dan tak akan pernah sampai
(rindu ulon meupandang rupa
putroe phang
putroe phang
dara cidah lam seujarah)

SAJAK PEREMPUANKU

perempuanku, lembut bagaikan sutera
rambut panjangnya melambangkan pikiran yang matang
dada yang hangat
getaran pesona alami
ia tersenyum bersama waktu
perempuanku, manis bagai puteri dewata
rambut panjangnya merangkai bayang-bayang rindu
ketika kudekap dengan rasa cinta
sampai kegamangan menutupinya
ia berjalan di hadapanku membentuk garis buram
sesuatu telah merampasnya
perempuanku, semakin kabur sosoknya
mulutku terkunci
kakiku terkunci
sesuatu telah merampasnya
pada satu ketika, sekejap saja !

22 februari 1986

SOUND OF BAITURRAHMAN

dalam sorot matamu yang teduh di mana segala warna berpadu
menyerap semua keheningan, yang diam dan yang berangkat pergi
(tanpa berpura-pura) dalam peradaban baru ini
dan keriuhan yang kadang membuat gerah
dari arus urbanisasi dan ketakutan terkini
lalu kecemasan itu luluh dalam dekapmu yang lembut
dalam mimpi-mimpi yang kita rekatkan dengan gemetar tangan
(lalu bagaimana kita memungkirinya)
pada akhirnya, hanya engkaulah yang memanggilku dengan segala kasih cinta
dengan takbir yang menggigilkan seluruh nadi !

banda aceh,12102003

TENTANG NING – 2

ketabahanmu siapa yang mampu menandinginya, ning
berbaris-baris doa yang menaiki langit waktu
ketulusan yang mengaliri seluruh ceruk
begitulah engkau merengkuh janji hidup
bernafas lega dalam problema hari dan para malaikat mencatatnya dengan wajah tersenyum
ketabahanmu siapa yang mampu menandinginya, ning
kalau ada, dirimulah sendiri serta kesetiaan yang terus kau jaga hingga kini

22 maret 2004

TEUNOM
> kepada : rengga dan hasyim.ks

mungkin ini kali yang terakhir kita menyeberangi rakit
yang telah menghubungkan waktu dan harapan bertahun-tahun
atau esoknya kita kembali dalam mimpi
tapi tidak dengan airmatamu yang sakit tentunya !

februari,1987

ULEE KARENG

tiba-tiba kaupun mabuk cuaca dalam sayap asap dan bising knalpot
walau di dadamu yang ranum masih kau simpan sisa rimbun asamjawa
di mana kita pernah bercerita tentang pasaran palawija atau ketika peukan sabtu yang purba
di antara rencana peupok leumo ataupun peusabe harga
di antara pasar bakong asoeu dan hiruk pikuk pedagang obat kaki lima
tiba-tiba kaupun mabuk cuaca
perlahan wajahmu yang lindap layu dalam helaan zaman
dalam cekikikan remang cafe-cafe
dalam kepungan tungku pembakaran tempurung apaseuman
suatu ketika (dalam mabuk cuacamu) lewat jendela warung kopi amatsolong
di mana bau kampungku semakin gamang
aku terawang lekuk tubuhmu (yang tersingkap dadanya)
namun kau, tanpa mengeluh membiarkan siapa saja menjamahnya
menggumulinya dalam airmataku

banda aceh,
oktober 1998

Doel CP Allisah :

lahir di Banda Aceh 3 Mei 1961. Mantan Wartawan dan Reporter TV di beberapa media Indonesia dan Malaysia ini, sekarang lebih banyak bergiat sebagai editor buku. Dalam tahun 2006-2008, menjadi editor 16 judul buku-buku karya para penulis/sastrawan Aceh. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Nyanyian Angin” [1992], serta “The Sadness Song” [2007], juga ikut terkumpul dalam berbagai Antologi di Indonesia. Sekarang sebagai koordinator Aliansi Sastrawan Aceh [ASA].
e_mail : doelcpallisah@yahoo.fr.
Website : http://doelcpallisah.blogspot.com


Akses http://m.kompas.com di mana saja melalui ponsel, Blackberry, iPhone, atau Windows Mobile Phone Anda
Share on Facebook

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Nurjehan @ Senin, 15 Juni 2009 | 15:33 WIB
Terbuai dan terlena aku dengan karya-karya apik Bang Doel ini.. Salute Bang

firman venayaksa @ Minggu, 14 Juni 2009 | 01:19 WIB
panjang kali puisinya bang doel. muantaf. kapan ke rumah dunia lagi? Ditunggu!

1
Posting komentar anda

Juni 01, 2009

SERAMBI INDONESIA : PUISI DOEL CP ALLISAH

Serambi Indonesia /Sun, May 31st 2009, 09:15

NONLIS DALAM SAJAKKU.V

Begitulah cinta yang tulus, ia bisa memberikan kita harapan dan kebangkitan semangat untuk meraih lebih. Meraih impian dengan kerelaan hati dan aku tak melihat hal seindah ini, selain beriringan menggenggam tanganmu

Kembang-kembang yang mengalirkan wangi
Udara pagi yang memanjang di daratan kalbu

Kau selamanya milikku, seperti kau selalu mengingatku dalam setiap debar hati
Begitulah yang kau catat, begitulah yang kau kirimkan padaku sepagi ini.
Dan kita reguk keajaiban itu.

Februari 14, 2009.


NONLIS DALAM SAJAKKU.VI

Kalau daun-daun sepanjang jalan itu masih mengirimkan gerisiknya di dahan-dahan, engkaukah itu ? menyusup harum dari rambutmu
Berkilauan di cahaya pijar lampu-lampu yang tak lelah menerangi gelap hati

Semakin riuh itu debaran, himpitan keinginan mendekap
Atau seperti wangi dari sawit kampung jawa lama yang mengejarku sepanjang harap
Berjuta terawang dari wajah-wajah yang berlalu.

Kalau jarum-jarum masih menusuk ini rasa, engkaukah itu
Mengembara dalam dingin dan bau magis banten lama
Sementara berapa beranikah aku menyapa
Bahkan berkata-kata ?

wahai itu harum begitu lekat dan dekat
bahkan ia menatap dari seberang mataku
dari dalam diriku sendiri

ketika daun-daun sepanjang jalan itu masih mengirimkan gerisiknya di dahan-dahan
aku kembali menutup hati
menutup hari dalam helaan nafasMu

mei 3, 2009

* Doel CP, penyair tinggal di Banda Aceh

September 21, 2008

KOMPAS.COM : SAJAK-SAJAK - DOEL CP ALLISAH

KOMPAS.COM
Sabtu, 20 September 2008 | 16:50 WIB



ALIENASI

kalau hutan hilang dalam kabut
nyanyian burung-burung parau di udara pagi
apalagi yang kubanggakan bagimu
selain sejarah kering
serta daun-daun yang digantikan plastik

begitulah, kalau nanti hutan-hutan memang lenyap dalam usiamu
kau cuma akan dengar lagu pengembara
atau sajakku yang terpencil
yang terpenjara dalam sunyi museum


BAGI PELAKON RENGGA

ketika layar diturunkan
dan lampu-lampu membunuh kekelaman
aku kembali ke dalam sejarahmu
lukapun berganti
perihpun berganti
kembali dalam kebisingan hati
kepura-puraan yang kubenci


BANDA ACEH

ini beranda teduh dalam gumam kota sejarah
sebuah keriuhan tiba-tiba menjadi asing
menjadi mimpi-mimpi yang tak kita pahami wujudnya
peradaban baru ini (begitu seharusnya)
telah kita masuki sebahagian
antara waktu dan batas hidup kita berdua

ini beranda teduh
entah sampai kapan kita bisa memeliharanya
di antara pekat pengertian
dan saling menjaga keutuhan
sebuah mahligai yang menjadi kewajiban
lorong panjang pergulatan hidup mati!


DALAM FANTASIA NARATHIWAT

sehabis hujan mengguyur
kulihat jalan-jalan menyambung denyutnya
memperagakan pinggul seperti garis-garis pola gambar
lalu senyummu melukis pelangi di trotoar
dalam keceriaan fantasia dunia

ah, malam kotamu tharin
aku kehilangan lamun, dimana hidup terus berlari
dan engkau betapa ringannya melayang dalam keramaian waktu
tanpa berusaha menyembunyikan lekuk indah dadamu
dalam pandangan canggung seketika

sehabis hujan mengguyur
dan lampu-lampu yang tak pernah tidur
(seperti bau lulur ancient message yang melelapkan)
engkau dengan ringannya meraup beberapa ratus baht bergambar raja
(dalam senyum nakalmu)
kembali ke dalam dua bagian hidup yang berbeda
antara geriap kampungku yang membumi
serta semerbak birahi yang jengah tiba-tiba

sehabis hujan mengguyur
lamunanku mencari diri


DALAM JAMAAH JUMAT

bukalah hatimu
kita akan sama berlayar
menyapa kembang-kembang di jalanan
kelopak bunga yang kemilau

dinding-dinding memantulkan gumam
alangkah gaibnya
cahaya putih dan angin mengalir atas sejadah
entah siapa, diam-diam berbaris dalam nafasku
bagai air membelah hutan
bagai pagi memerangkap bau daun
keheningan panjang

sebuah lorong, alangkah panjangnya
menempuhnya dari satu sisi (bersama-sama)
dan sebuah hati, bukalah
bagai bayi menyonsong dunia!


DI BAWAH PANORAMA LHOK GEULUMPANG *
: Bagi penyair Meulaboh

kalau bukit itu luruh dalam hujan
dan mengubur semua tembang peri
dingin mengantarmu setia berbisikkan dalam bayangan samar
nuansa petang dan sepoi angin laut

begitulah yang teringat, ketika berjauhan
kitapun merindukan minum kopi pagi
lalu bertemu diam-diam di lambung hok canton ** yang purba
(suatu hari nanti)

kalau bukit itu memang luruh dalam tembang peri
kemana lagi akan kudengar nyanyianmu ?

Pantai Barat Aceh, 2001
* Nama kawasan di pantai Aceh Barat , pernah jadi lokasi pesta budaya regional ASEAN, semasa bupati (alm.) T. Rosman, tahun 1993.
** Nama kapal dagang asing yang pernah ditawan oleh Teuku Umar pada masa penjajahan Belanda.


DI SUATU SUDUT CILEGON

siapakah yang menebar wangi rambutmu
angin dingin di daun-daun luruh atau kaki-kaki hujan yang tak henti berlari?
harum itu bagaikan impian kemarin
ketika tanganmu lekat menggenggam
ladang hijau dan gelagah berdansa menidurkan kita dalam lagu angin
dalam debar dada paling putih

siapakah yang menebar wangi rambutmu
ketika malam membuka pintunya
berbaris impian datang silih berganti
menawarkan kilauan cahaya dari tiap sudut kotamu
(yang mesti kususuri dalam helaan nafas
dalam himpitan luka)

siapakah yang menebar wangi rambutmu
ketika sekali di sini, di bawah gerbang gerimis
aku mencari sampai pagi

ENGKAU. 4

apakah yang bisa membatasi cintaku padamu
langit malam bertabur gemintang
atau ruang maha luas tak bertepi
dari sisi manapun aku, engkau tetap dalam hati
lekat dalam jiwa dan pikiran
lekat dalam dekap
dingin sajadah subuh itu hilang oleh hangat airmata kepasrahan

apakah yang bisa membatasi cintaku padamu
rumah kecil dan seluruh kepahitan
atau kesadaran yang terlambat
angin liar yang tak berhenti
ketika rembang petang luruh di haribaan malam
tak jua, dalam lapar dan terik matahari
nikmat terdekap di ujung waktu yang kau takdirkan
tak jua, tiada yang dapat menunda pertemuan ini
engkau dalam dekapku
dan aku kerdil dalam kesempurnaanmu

apakah yang bisa membatasi cintaku padamu
engkau dengan kepastian selalu
tetap menerima kepulanganku dalam kesyahduan ramadhan
memutihkan segenap dosa masa lalu

apakah yang bisa membatasi cintaku padamu
tak satupun, ya Allah
kecuali lalai dan mengingkari kebenaranMu


FLIGHT TO JULI

1.

sudah kita halau angin dengan kasih cinta
ke dalam tempias hujan di koridor pagi
tempat kesengsaraan dan kenikmatan bersemanyam
seperti khayal
seperti mimpi
lalu kita lupakan bayang di kelopak mata
dalam kurungan sanubari

2.
hari ini kita tunggu kenangan di tepian teluk
gemuruh laut itu,sudut paling indah dalam kecemasan jiwa
bagai genggam tanganmu yang membakar
membawaku pulang dalam gelap hutan

3.
bilamana kau teringat harum mawar
jangan menangis kepadaku
untuk kesempatan yang selalu berkata sekarang
sebagaimana kau terlalu tinggi mengepak
lalu lupa jalan kembali
ke hatimu sendiri!


LAGU KELU

ketika malam mengurung rahasia
dan pendar cahaya berakhir di teras senja
engkaukah yang kembali dalam igauku
jadi perih sembilu
jadi kelu
seketika itu jadi sejarah
catatan kelam hari lampau
engkau membawaku dalam bimbang
serbuk racun kegamangan

ketika malam mengurung rahasia
aku berlayar dalam pekat
dalam purba waktu
dosa mendera

ketika malam mengurung rahasia
kita hilang di dalamNya


LAGU SEDIH WANITAKU

seekor burung melintasi waktu
menertawakan musim yang berlalu
segera mimpi mengisi tanggal dan hari dalam tidurnya
seekor burung, sendirian
pulang jauh dalam senja
hatinya, lembayung matahari dan laut yang terbakar

bercerita pada dahan-dahan, pada gerimis
mengikuti usungan jenazah dan lorong-lorong
yang tertinggal dalam kegembiraan bocah-bocah
di kemudian hari, seekor burung menyilang angin
menyalakan gairah yang tertunda
menikahiku di alun-alun
dalam mimpi-mimpi


LAGU SEPI BATINKU

diam-diam aku datangi sepi
dalam hujan, dalam lembab embun
lalu pelan-pelan kuusap keningnya
dingin kaku

dingin dan sepi, mengendap warna biru langit
dingin musim di bunga-bunga rumput
begitu akrab dan sekali memandang ketinggian bukit
pucuk-pucuk perdu bergelombang
mengalirkan semua sepi padaku

lalu, ketika senja menyambut tubuh
bayang sedepa
sepi memandang diam-diam
dengan berjuta warna
bertatapan, menggandeng tangan
diam-diam aku pergi dengan sepi
bercakap-cakap sepanjang malam


INGATAN. 2
: bagi yang pergi bersama tsunami

wajah-wajah kalian jelas sekali tergambar
begitu dekat, melekat
begitu manis, menawan
adik-adikku
anak-anakku, para ponakan kecil nakal
aku ingat kediaman dan kepatuhanmu terakhir, (pai) - cut nourah
aku ingat kegilaan nonton bolamu, (nova) - novi - dinda
aku ingat rengkuhan minta gendongmu. (lydia) - razi - abi - khalis
aku ingat ceriwismu, (oliv)
aku ingat semua, berwarna
kalianlah “perusuh abadi“ rumahku yang hening
kalianlah kembang harum di halamanku
yang mengirim tiap wangi ke dasar hati.

wajah-wajah kalian jelas sekali tergambar
dan aku tak ingin menghapusnya sepanjang masa
menjadi kenangan nikmat dalam renungku
menjadi alunan musik dalam nafasku

wajah kalian begitu jelas dalam airmataku
bergandengan tangan menuju surga!

Putra World Trade Centre,
Kuala Lumpur, Malaysia,
25 maret 2006


LANDSKAP SABANG

senja hari, begitu aku tiba
laut meredam cahaya merah langit
akupun tepekur menyonsong malam
mendamaikan keruh pikiran dengan sunyi sabang hari ini

ah, betapa gairah aku kenang
gadis-gadis menenteng dagangan
dari dulu, kemana bersembunyi?
blue jeans dan entah apa lagi
pasaran luar negeri

pagi hari, ya pagi hari
lewat jendela tinggi hotel sabang hill
seharian aku berlayar dengan pikiranku
aneuk laot-batee itam *
kelokan naik turun jalan kota
wangi cengkeh dalam lembabnya angin laut
aku berlayar
pulau rondo-rubiah, entah apalagi
dengan pikiranku
menggapai-gapai keriuhan
orang-orang di pelabuhan
barang-barang di pelabuhan
kapal-kapal di pelabuhan
atau cerita jengek **, inang-inang kegelian menyelip bawaan di selangkangan
dimana bersembunyi kesibukan panjang gerombolan orang-orang datang?
(di-pulo-geu-peu-weh) ***
dalam pikiranku, aku semakin paham
jalan-jalan kembali sunyi
dan sebelum senja kembali datang
aku kemaskan catatan-catatan
lalu mempersiapkan perpisahan
di pelabuhan teluk itu
kami sama sepi kini

Desember 1986
* Nama-nama tempat
** Jenggo ekonomi, istilah bagi para penyelundup di masa jaya Freeport Sabang, kebanyakan perempuan pendatang dari luar Aceh.
*** Pulau yang diasingkan, dalam sejarah penjajah Belanda, pernah dijadikan pulau untuk mengasingkan para tahanan.


NONLIS DALAM SAJAKKU. 4

kalau hujan membawa lekat debu dari tangkai daun
engkau masih saja menghias rekah senyum bunga-bunga
melayari kolam mataku dan bersemanyam dalam debar dada

kalau hujan membawa lekat debu dari tangkai daun
kenapa kau tak beranjak dari dinginnya
biar cahaya tinggal di jendela
jadi mantera cinta
jadi siksa dunia?

sehabis hujan membawa lekat debu dari tangkai daun
kesunyian memanjang di udara!


RUMAH

rumah adalah surga, yang setia mendekapmu
ketika kau tidur atau mengucap : tinggal dulu ya?
kepadanya, entah siapa tentram mengangguk
setiap kali kau melangkah, wajahmu tersenyum
bagai bayang-bayang di langit
ketika kau kembali membawa penat
ranjang hangat sandaran resah

rumah adalah surga katamu, dan aku selalu pulang
merapikan selimut atau membersihkan potret kita
setelah semalaman mengembara di negeri asing
dengan gema suara yang menyesatkan
selamat malam, igaunya padamu, mungkin juga buatku
kita pun bergandengan tangan ke dalamNya



Doel CP Allisah :

Lahir di Banda Aceh 3 Mei 1961. Mantan Wartawan dan Reporter TV di beberapa media Indonesia dan Malaysia ini, sekarang lebih banyak bergiat sebagai editor buku. Dalam tahun 2006-2008, menjadi editor 14 judul buku-buku karya para penulis/sastrawan Aceh. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Nyanyian Angin� [1992], serta “The Sadness Song� [2007], juga ikut terkumpul dalam berbagai Antologi di Indonesia dan Malaysia. Sekarang menjabat sebagai ketua Aliansi Sastrawan Aceh [ASA]. e_mail : doelcpallisah@yahoo.fr. Website http://doelcpallisah.blogspot.com

Januari 22, 2008

Doel CP Allisah : LET THE ROAD BE HOME

@Doel CP Allisah

Let the road be home
and the night be its garden
in all that,
our lives of wandering time
will give weight to nothingness
will become a clot a prayers

Let the road be home
and the night be its garden
in the distance,
when dawn is wet with dew
do not tether our hearts
in order to not impede
the flow of understanding

Let it stand strong and independent
plying all space
all night long all road long

Let the road be home
and the night be its garden
we will exist in nothingness
provide you with understanding
for the children of future

Medan, 1986


photo/puncak - west java - by.nonlis dcp/

Doel CP Allisah : AND YOU FINALLY REACH YOUR DESTINATION


@Doel CP Allisah

And you finally reach your destination
after struggling through the war of feelings
from the trap of uncertainty
tracing the shabby road
with ember in your fist
may be what we did a few moment ago
togetherness and guarded feelings
seeing the day cross the yard
postponing the war till nightfall
and the destination then is reached
you then lock all doors
while breathing a sigh of relief
or stowing fear in the cupboard
from the shadow of tomorrow
it feels like the world will never conclude the drama
that is disappointment
And you finally reach your destination
smiling with your dreams
closing all doors
I am left alone outside
going back into the night
cursing for no reason

Sigli, 1980

Januari 18, 2008

THE LANDSCAPE OF SABANG

Puisi
Oleh : Doel CP Allisah

17-Jan-2008, 18:11:27 WIB - www.kabarindonesia.com

In the evening, when I come
The sea has weaken a red light of the sky
I am waiting the night in quiet
Pacifying a frantic mind
With the silence of sabang today

Ah, what a memoriable passionate
The girls bring their merchanidise in hands
From the first time, where was it hiding?
Blue jeans and something else
An overseas marketing

In the morning, yes in the morning
Over the highest window of Sabang Hill hotel
I have sailed all day long With my minds
Aneuk laot-batee itam*
The crook up and down the road in town
The smell of clove
In the damp breeze of sea

I am sailing
Rondo-rubiah Island and the others
With my minds
Reaching for the clamourly Of the people
at port Of the goods
at port Of the ships at port
Or the story of jengek**, inang-inang were shuddered
Niped the goods in their groins

Where was that long workload hiding?
The horde of people came?
(di-pulo-geu-peu-weh)***

In my mind, I understand
The roads were quiet again
And before the evening has returned
I am tidying the notes
Then preparing a discord
At the port of that bay
We are in same nowadays

Desember, 1986

* The name of many places.
** Jengek ( economic jenggo), term to all smugglers in heyday of Sabang Freeport, most women come from outside Acheh.
*** Outcast island, in the colonist histor of Dutch, this island have been made to detach all prisoners


Ikutilah Lomba Menulis Surat Cinta!!!
Blog: http://www.lomba-suratcinta.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: www.kabarindonesia.com

Januari 17, 2008

Doel CP Allisah : LONELY SONG OF MY SOUL


@Doel CP Allisah

Stealthily I visit Ioneliness
in rain, in the moisture of dew
then slowly I stroke its brow
cold, stiff
Cold and desolate, creeping comes the blue of sky
the cold of the season among the grass flowers
so friendly, and once gazing up at the height of hills
the tips of the pines sway
channeling all desolation towards me
Then, when dusk claims the body
shadows in one fathom
loneliness looks on quietly
in a million colours
gazing, holding hands
stealthily I leave with desolation
and chat all night

Banda Aceh, 1987

Translations by Debra H. Yatim

Doel CP Allisah was born in Banda Aceh in 1961. he graduated from University of Syiah Kuala Banda Aceh, and has worked as the Arts Editor for Mimbar Swadaya and Aceh Post. He once was reporter for TPI television in Banda Aceh. He was former vice chair of the Aceh Arts Council. He lives in Mns Papeun Lamnyong.
Powered By Blogger