kompas.com / Sabtu, 13 Juni 2009 | 23:12 WIB
BAGI CORDELIA KECILKU> pada ultah ke 10
jagalah kecantikanmu dengan perimbangan pesona batin
berzikir kala duka atau bahagia
tawakkal atas segala nikmat goda
niscaya segala yang benar datangnya dari Allah
dari itu semua akan lahir perpaduan keindahan dan kesucian
bagi kecantikanmu yang sementara saja
engkau anakku, sederhanalah dalam gerakmu
rendah hati bagai bumi yang kita jejaki
dan jadilah senyummu yang menawan
seperti laut yang dermawan, yang memberi arti bagi kehidupan
dalam semua itu, engkau akan sangat berarti
seperti alir darah dalam nadi
seperti malam menjaga gelapnya
seperti hangat pelukmu dalam hatiku !
banda aceh ,
13 november 2002
HOLIDAY INN 301 SABANG
ketika gelap, diam ada
dingin saling menggapai ruang dan kita tak perlu tahu
sejarah apa mengintai dalam bayang yang menjadi saksi bisu ke abad silam
bahwa kita pernah bercumbu dalam keterasingan beku
entah siapa, menggapai-gapai sepanjang malam
melepas kejang kenikmatan !
24 februari 2002
LAGU BIRAHI
dalam ruang tak berbatas, antara hutan gedung-gedung
udara beku menyerap seluruh mimpiku
menyambung tali merah dari sesuatu yang tak ada
keriuhan penjarakan matahari dalam lorong-lorong
karna gairah yang tiba-tiba saja terluka
dalam ruang tak berbatas, kegamangan menari-nari
dari supermarket sampai pojok-pojok penginapan
tiap wajah dengan berbagai ekspresi larut dalam keterburuan tak terduga
seperti engkau, sekilas tersenyum di keramaian
antara kenyataan dan kerinduan
antara kebisingan iklan-iklan
dalam ruang tak berbatas, aku temukan geliatmu di pungkur penuh airmata darah kental
mencabik-cabik seluruh kenikmatan, seluruh pencarian
antara ada dan tiada
antara dosa, ketakutan sia-sia
januari 1993
NONLIS DALAM SAJAKKU__2
ketika waktu tinggalkan rumahmu
biarlah gema menyisakan desau angin (di beranda)
siangpun menaiki rahasia matahari, menyerap sedih para lelaki
(entah dimana) suara burung menjauh dalam isyarat pertanda kematian
seperti airmatamu mengalir di jendela
membawaku dalam kenangan
membawaku dalam alir darahmu
seharusnya, seluruh nyanyian berkabung tidak kusimpan untuk perpisahan
untuk luka yang melebar
banda aceh,
24 agustus 1996
PULANG
1.
ketika aku tinggalkan tanjungpriok
lembayung senja dan angin dingin segera menyergap mimpiku
teringat ucap terimakasih pak kapten sembiring
saat itu mungkin, menjelang malam juga ketika dalam bayang kami penuh gambaran
perca akan segera menyambut salah satu rohnya
2.
malam kedua di selat karimata
bulan mengembang dalam air membentuk berjuta kilasan
yang berkejaran kebelakang
mengawani aku dalam sunyi waktu
3.
setelah begitu lama menanti
aku ingin pulang kerumah menyusupkan wajah dalam dekapmu
dimana bisa kurasakan detak dada dengan seluruh pengertian yang mengalir
km.rinjani.1990
RENGGALI OH RENGGALI
semua telah terasakan dalam alun yang lirih
tersenyum lalu saling cemburu
dan akhirnya hari-hari sangkutkan
benci
rindu
resah dan gelisah jadi menyatu
renggali oh renggali
dengan ragu-ragu kita diam terpaku
kitapun berspekulasi bertualang dalam jajaran waktu
bersama memang
ke-utara
ke-selatan
mengurai hakekat hidup
bersembunyi di balik keakuan membatu
renggali oh renggali
entah bagaimana suara hati
ketika kita bertengkar lagi di trotoar jalanan mungkin
kukatakan rindu untukmu, untuk kau miliki
mata menatap heran dan canggung yang terhenti
kita sama bingung membuat nelangsa kian gemuruh
renggali oh renggali
berlari mengejar matahari dengan galah di tangan
tanpa suara tentu
renggali oh renggali
berangkat dari satu rasa, satu penderitaan
merenda kasih di pelataran mesjid
mei, 1982
SIGLI,
ada yang tak bisa kulupakan padamu, suara hingar dan gerah hari
angin laut pendopo yang nakal
sebahagian denyut itu larut dalam alir darahku
jadi nafas gerakku
jadi sembilu lukaku
jadi perih seketika
ada yang tak bisa kulupakan padamu, kesibukan panjang para muge’
atau rutinitas transaksi di pasar subuh dan lorong-lorong berbau rempah
atau pante-teungoh yang di kelilingi air payou, di mana rohku berlari jauh
mengingatmu ada yang terlepas dan tak tentu arah (masa kecilku yang manis)
ada yang tak mungkin kulupakan padamu, menjelajahi krueng tukah sepanjang hari
lalu menyaksikan wajahmu yang kian keras
betapa egoisme itu tak pernah pupus dan kita menggali lobang untuk kuburan sendiri
begitupun, ada yang tak ingin kulupakan tentangmu
arus semangat itu, melambungkan jiwaku melihat dunia !
desember 31, 1996
TADARRUS MEUNASAH PAPEUN
betapapun lirihnya engkau jiwaku bergetar, dengarlah
selaksa perih merejam menjerat dalam bayang kemilau
betapapun lirihnya engkau namun kutahu pasti arahnya
kesadaran adalah jalan panjang menuju damai
alangkah sejuknya tadarrus tak putus di larut sunyi
percikan irama surgawi dalam kelelahan
betapapun lirihnya engkau di jiwaku menjadi shalawat
pengantar tidur waktu susah
dan sebuah renungan, mengembalikan pikir ke jalan lurus
TENTANG SAHABATKU NURDIN *
engkau punya kamar di hatiku
punya hutan
punya laut
punya getar suara
“segala yang naik ke langit
segala yang ngalir ke muara “
angin ngiring kau pergi
dan gunung itu, di jabal ghafur
jadi warisan abadi mimpi kita
maka, naik-naiklah engkau bersarang di rumahNya
“segala yang naik ke langit
segala yang ngalir ke muara”
engkau walau di mana, jadi segala dalam impianku
seperti juga kenangan selalu saja menjadi dukacita
banda aceh,
januari 19
*Nurdin abdul rachman, bupati kabupaten aceh pidie periode 1980-1990
TRANSE
baris-baris angin menyusup dalam keterasingan kita, apalagi yang di renungkan
setelah gelombang demi gelombang pecah di haribaan pagi
kesetiaan jadi bisu sendiri
tanpa punya arti sedikitpun untuk jadi catatan di kemudian hari
lalu kita kembali memoles senja dengan berjuta kenangan
untuk sekedar mengingat-ingat
bahwa kita pernah menjalin cinta dalam kenikmatan semu
atau inikah isyarat laut dalam kelindapan daun malam
dermaga bisu dan suit angin di layar-layar tinggi ?
baris-baris angin menyusup dalam keterasingan kita, apalagi yang di renungkan
cakrawala biru luas menjamah kaki langit
yang menampung jutaan resah, menguapkan jutaan harapan dalam kedewasaan yang diam-diam rapuh ?
menunggu, berarti menerima setiap kemungkinan
dan apasaja kesempatan, kesempurnaan ataupun rahasia
sinyal gerak yang mengaburkan makna nurani
baris-baris angin riuh menyusup juga dalam keterasingan kita
menggigil sampai kedasar paling dalam
atau cuma nyanyian mimpi, nikmat menjumpaiMu
dalam pertemuan yang teramat singkat ?
lamreung mns papeun,
november 1993
BLOK.M
dari jendela bus bertingkat
seluruh pandang kubingkiskan buatmu
untuk ribuan iklan yang berkejaran
mencari-cari wajah ramah
di balik kaca itu, senyum siapa mengembang
melintas arus yang deras ?
keriuhan mengental
sering aku lupa
dan kita tak peduli di kala bersua
KONFIGURASI LANGSA DINIHARI
bulan ke-emasan buram di kotamu
aku hirup nafas kelam
sepanjang jalan pepohonan bergesekan dalam irama satu
menyerap sunyi
menyerap perih hati
langsa dinihari, mengalir dalam darahku
terkenang waktu lalu barangkali engkau seperti anak angsa lincah
menyelam dan berkejaran di telaga
kubayangkan juga kau seperti gadis bergaun putih yang turun dari mahligai tamiang
ia lembut dan senyumnya, aku teringat senyummu
malam itu, aku di kotamu
adakah dingin yang menjerat sama dengan sunyimu
atau cuma bayang-bayang mimpi kerinduan yang tak pernah mati
(ketika jarak kita semakin jauh)
bulan ke-emasan buram di kotamu
membelenggu hingga pagi
angin resah menikam diri
22 februari 1995
(dalam suatu penerbangan di rimba geumpang)
1.
ada bias, memantulkan wajahmu
di kelindapan batu-batu purba
akupun melayang atas dadamu
yang menyimpan kelu di daun-daun
betapa anggunnya engkau menyapaku suatu pagi
2.
suatu saat aku pasti kembali
sekalipun belum kutahu pasti sebabnya
namun itulah akhir jalanku
karena engkau ada di
dalam sunyiNya
3.
pada diammu,
beberapa roh kembali ke asalNya
kalah oleh arogansi dan mesiu !
juni 1995
NYANYIAN MIRIS
dalam riuh gerimis, engkau pulang
kesenyapan abadi dan rentangan kabut
airmata seribu dewa melelehkan genangan darah pada langit terbuka
aku nyanyikan puji-pujian laut lengkung daratan jauh pada batas tatapan
yang menenggelamkan isak tangismu semalam
pada kekosongan yang menyesakkan
seribu hari sia-sia kita persiapkan
menggenggam harapan dan kenisbian waktu
kepedihan telah merejam mimpimu menghanguskan hati lembut dan cinta tiba-tiba
aku menggigil, menaiki rahasia cahya matamu
semua menyeretku pada kenangan dan kematian
semua menyeretku dalam kelu abadi
melepasmu ke lorong panjang sejarah
hatiku letih, riuh gerimis dan airmata mengingatkan aku pada jalanan basah
menggigil antara batas ada dan tiada
dan bayanganmu yang samar hilang dalam kelindapan daun-daun
semuanya menyeretku pada kenangan dan kematian
semuanya menyeretku ke dalam kelu abadi !
banda aceh,
3 mei 1994
PUTROE PHANG
> gunongan ; pk.4:13 - 1979
ketika duduk di sini aku ingat ada yang telah pergi
pupus bayangan yang segera di isi angan dan luka perih
begitu aku menggapai
ada yang tak tersentuh dan tak akan pernah sampai
(rindu ulon meupandang rupa
putroe phang
putroe phang
dara cidah lam seujarah)
SAJAK PEREMPUANKU
perempuanku, lembut bagaikan sutera
rambut panjangnya melambangkan pikiran yang matang
dada yang hangat
getaran pesona alami
ia tersenyum bersama waktu
perempuanku, manis bagai puteri dewata
rambut panjangnya merangkai bayang-bayang rindu
ketika kudekap dengan rasa cinta
sampai kegamangan menutupinya
ia berjalan di hadapanku membentuk garis buram
sesuatu telah merampasnya
perempuanku, semakin kabur sosoknya
mulutku terkunci
kakiku terkunci
sesuatu telah merampasnya
pada satu ketika, sekejap saja !
22 februari 1986
SOUND OF BAITURRAHMAN
dalam sorot matamu yang teduh di mana segala warna berpadu
menyerap semua keheningan, yang diam dan yang berangkat pergi
(tanpa berpura-pura) dalam peradaban baru ini
dan keriuhan yang kadang membuat gerah
dari arus urbanisasi dan ketakutan terkini
lalu kecemasan itu luluh dalam dekapmu yang lembut
dalam mimpi-mimpi yang kita rekatkan dengan gemetar tangan
(lalu bagaimana kita memungkirinya)
pada akhirnya, hanya engkaulah yang memanggilku dengan segala kasih cinta
dengan takbir yang menggigilkan seluruh nadi !
banda aceh,12102003
TENTANG NING – 2
ketabahanmu siapa yang mampu menandinginya, ning
berbaris-baris doa yang menaiki langit waktu
ketulusan yang mengaliri seluruh ceruk
begitulah engkau merengkuh janji hidup
bernafas lega dalam problema hari dan para malaikat mencatatnya dengan wajah tersenyum
ketabahanmu siapa yang mampu menandinginya, ning
kalau ada, dirimulah sendiri serta kesetiaan yang terus kau jaga hingga kini
22 maret 2004
TEUNOM
> kepada : rengga dan hasyim.ks
mungkin ini kali yang terakhir kita menyeberangi rakit
yang telah menghubungkan waktu dan harapan bertahun-tahun
atau esoknya kita kembali dalam mimpi
tapi tidak dengan airmatamu yang sakit tentunya !
februari,1987
ULEE KARENG
tiba-tiba kaupun mabuk cuaca dalam sayap asap dan bising knalpot
walau di dadamu yang ranum masih kau simpan sisa rimbun asamjawa
di mana kita pernah bercerita tentang pasaran palawija atau ketika peukan sabtu yang purba
di antara rencana peupok leumo ataupun peusabe harga
di antara pasar bakong asoeu dan hiruk pikuk pedagang obat kaki
tiba-tiba kaupun mabuk cuaca
perlahan wajahmu yang lindap layu dalam helaan zaman
dalam cekikikan remang cafe-cafe
dalam kepungan tungku pembakaran tempurung apaseuman
suatu ketika (dalam mabuk cuacamu) lewat jendela warung kopi amatsolong
di mana bau kampungku semakin gamang
aku terawang lekuk tubuhmu (yang tersingkap dadanya)
namun kau, tanpa mengeluh membiarkan siapa saja menjamahnya
menggumulinya dalam airmataku
banda aceh,
oktober 1998
Doel CP Allisah :
lahir di Banda Aceh 3 Mei 1961. Mantan Wartawan dan Reporter TV di beberapa media
e_mail : doelcpallisah@yahoo.fr.
Website : http://doelcpallisah.blogspot.com
Akses http://m.kompas.com di mana saja melalui ponsel, Blackberry, iPhone, atau Windows Mobile Phone Anda
Share on Facebook
Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda
Nurjehan @ Senin, 15 Juni 2009 | 15:33 WIB
Terbuai dan terlena aku dengan karya-karya apik Bang Doel ini.. Salute Bang
firman venayaksa @ Minggu, 14 Juni 2009 | 01:19 WIB
panjang kali puisinya bang doel. muantaf. kapan ke rumah dunia lagi? Ditunggu!
1
Posting komentar anda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar