September 21, 2008

KOMPAS.COM : SAJAK-SAJAK - DOEL CP ALLISAH

KOMPAS.COM
Sabtu, 20 September 2008 | 16:50 WIB



ALIENASI

kalau hutan hilang dalam kabut
nyanyian burung-burung parau di udara pagi
apalagi yang kubanggakan bagimu
selain sejarah kering
serta daun-daun yang digantikan plastik

begitulah, kalau nanti hutan-hutan memang lenyap dalam usiamu
kau cuma akan dengar lagu pengembara
atau sajakku yang terpencil
yang terpenjara dalam sunyi museum


BAGI PELAKON RENGGA

ketika layar diturunkan
dan lampu-lampu membunuh kekelaman
aku kembali ke dalam sejarahmu
lukapun berganti
perihpun berganti
kembali dalam kebisingan hati
kepura-puraan yang kubenci


BANDA ACEH

ini beranda teduh dalam gumam kota sejarah
sebuah keriuhan tiba-tiba menjadi asing
menjadi mimpi-mimpi yang tak kita pahami wujudnya
peradaban baru ini (begitu seharusnya)
telah kita masuki sebahagian
antara waktu dan batas hidup kita berdua

ini beranda teduh
entah sampai kapan kita bisa memeliharanya
di antara pekat pengertian
dan saling menjaga keutuhan
sebuah mahligai yang menjadi kewajiban
lorong panjang pergulatan hidup mati!


DALAM FANTASIA NARATHIWAT

sehabis hujan mengguyur
kulihat jalan-jalan menyambung denyutnya
memperagakan pinggul seperti garis-garis pola gambar
lalu senyummu melukis pelangi di trotoar
dalam keceriaan fantasia dunia

ah, malam kotamu tharin
aku kehilangan lamun, dimana hidup terus berlari
dan engkau betapa ringannya melayang dalam keramaian waktu
tanpa berusaha menyembunyikan lekuk indah dadamu
dalam pandangan canggung seketika

sehabis hujan mengguyur
dan lampu-lampu yang tak pernah tidur
(seperti bau lulur ancient message yang melelapkan)
engkau dengan ringannya meraup beberapa ratus baht bergambar raja
(dalam senyum nakalmu)
kembali ke dalam dua bagian hidup yang berbeda
antara geriap kampungku yang membumi
serta semerbak birahi yang jengah tiba-tiba

sehabis hujan mengguyur
lamunanku mencari diri


DALAM JAMAAH JUMAT

bukalah hatimu
kita akan sama berlayar
menyapa kembang-kembang di jalanan
kelopak bunga yang kemilau

dinding-dinding memantulkan gumam
alangkah gaibnya
cahaya putih dan angin mengalir atas sejadah
entah siapa, diam-diam berbaris dalam nafasku
bagai air membelah hutan
bagai pagi memerangkap bau daun
keheningan panjang

sebuah lorong, alangkah panjangnya
menempuhnya dari satu sisi (bersama-sama)
dan sebuah hati, bukalah
bagai bayi menyonsong dunia!


DI BAWAH PANORAMA LHOK GEULUMPANG *
: Bagi penyair Meulaboh

kalau bukit itu luruh dalam hujan
dan mengubur semua tembang peri
dingin mengantarmu setia berbisikkan dalam bayangan samar
nuansa petang dan sepoi angin laut

begitulah yang teringat, ketika berjauhan
kitapun merindukan minum kopi pagi
lalu bertemu diam-diam di lambung hok canton ** yang purba
(suatu hari nanti)

kalau bukit itu memang luruh dalam tembang peri
kemana lagi akan kudengar nyanyianmu ?

Pantai Barat Aceh, 2001
* Nama kawasan di pantai Aceh Barat , pernah jadi lokasi pesta budaya regional ASEAN, semasa bupati (alm.) T. Rosman, tahun 1993.
** Nama kapal dagang asing yang pernah ditawan oleh Teuku Umar pada masa penjajahan Belanda.


DI SUATU SUDUT CILEGON

siapakah yang menebar wangi rambutmu
angin dingin di daun-daun luruh atau kaki-kaki hujan yang tak henti berlari?
harum itu bagaikan impian kemarin
ketika tanganmu lekat menggenggam
ladang hijau dan gelagah berdansa menidurkan kita dalam lagu angin
dalam debar dada paling putih

siapakah yang menebar wangi rambutmu
ketika malam membuka pintunya
berbaris impian datang silih berganti
menawarkan kilauan cahaya dari tiap sudut kotamu
(yang mesti kususuri dalam helaan nafas
dalam himpitan luka)

siapakah yang menebar wangi rambutmu
ketika sekali di sini, di bawah gerbang gerimis
aku mencari sampai pagi

ENGKAU. 4

apakah yang bisa membatasi cintaku padamu
langit malam bertabur gemintang
atau ruang maha luas tak bertepi
dari sisi manapun aku, engkau tetap dalam hati
lekat dalam jiwa dan pikiran
lekat dalam dekap
dingin sajadah subuh itu hilang oleh hangat airmata kepasrahan

apakah yang bisa membatasi cintaku padamu
rumah kecil dan seluruh kepahitan
atau kesadaran yang terlambat
angin liar yang tak berhenti
ketika rembang petang luruh di haribaan malam
tak jua, dalam lapar dan terik matahari
nikmat terdekap di ujung waktu yang kau takdirkan
tak jua, tiada yang dapat menunda pertemuan ini
engkau dalam dekapku
dan aku kerdil dalam kesempurnaanmu

apakah yang bisa membatasi cintaku padamu
engkau dengan kepastian selalu
tetap menerima kepulanganku dalam kesyahduan ramadhan
memutihkan segenap dosa masa lalu

apakah yang bisa membatasi cintaku padamu
tak satupun, ya Allah
kecuali lalai dan mengingkari kebenaranMu


FLIGHT TO JULI

1.

sudah kita halau angin dengan kasih cinta
ke dalam tempias hujan di koridor pagi
tempat kesengsaraan dan kenikmatan bersemanyam
seperti khayal
seperti mimpi
lalu kita lupakan bayang di kelopak mata
dalam kurungan sanubari

2.
hari ini kita tunggu kenangan di tepian teluk
gemuruh laut itu,sudut paling indah dalam kecemasan jiwa
bagai genggam tanganmu yang membakar
membawaku pulang dalam gelap hutan

3.
bilamana kau teringat harum mawar
jangan menangis kepadaku
untuk kesempatan yang selalu berkata sekarang
sebagaimana kau terlalu tinggi mengepak
lalu lupa jalan kembali
ke hatimu sendiri!


LAGU KELU

ketika malam mengurung rahasia
dan pendar cahaya berakhir di teras senja
engkaukah yang kembali dalam igauku
jadi perih sembilu
jadi kelu
seketika itu jadi sejarah
catatan kelam hari lampau
engkau membawaku dalam bimbang
serbuk racun kegamangan

ketika malam mengurung rahasia
aku berlayar dalam pekat
dalam purba waktu
dosa mendera

ketika malam mengurung rahasia
kita hilang di dalamNya


LAGU SEDIH WANITAKU

seekor burung melintasi waktu
menertawakan musim yang berlalu
segera mimpi mengisi tanggal dan hari dalam tidurnya
seekor burung, sendirian
pulang jauh dalam senja
hatinya, lembayung matahari dan laut yang terbakar

bercerita pada dahan-dahan, pada gerimis
mengikuti usungan jenazah dan lorong-lorong
yang tertinggal dalam kegembiraan bocah-bocah
di kemudian hari, seekor burung menyilang angin
menyalakan gairah yang tertunda
menikahiku di alun-alun
dalam mimpi-mimpi


LAGU SEPI BATINKU

diam-diam aku datangi sepi
dalam hujan, dalam lembab embun
lalu pelan-pelan kuusap keningnya
dingin kaku

dingin dan sepi, mengendap warna biru langit
dingin musim di bunga-bunga rumput
begitu akrab dan sekali memandang ketinggian bukit
pucuk-pucuk perdu bergelombang
mengalirkan semua sepi padaku

lalu, ketika senja menyambut tubuh
bayang sedepa
sepi memandang diam-diam
dengan berjuta warna
bertatapan, menggandeng tangan
diam-diam aku pergi dengan sepi
bercakap-cakap sepanjang malam


INGATAN. 2
: bagi yang pergi bersama tsunami

wajah-wajah kalian jelas sekali tergambar
begitu dekat, melekat
begitu manis, menawan
adik-adikku
anak-anakku, para ponakan kecil nakal
aku ingat kediaman dan kepatuhanmu terakhir, (pai) - cut nourah
aku ingat kegilaan nonton bolamu, (nova) - novi - dinda
aku ingat rengkuhan minta gendongmu. (lydia) - razi - abi - khalis
aku ingat ceriwismu, (oliv)
aku ingat semua, berwarna
kalianlah “perusuh abadi“ rumahku yang hening
kalianlah kembang harum di halamanku
yang mengirim tiap wangi ke dasar hati.

wajah-wajah kalian jelas sekali tergambar
dan aku tak ingin menghapusnya sepanjang masa
menjadi kenangan nikmat dalam renungku
menjadi alunan musik dalam nafasku

wajah kalian begitu jelas dalam airmataku
bergandengan tangan menuju surga!

Putra World Trade Centre,
Kuala Lumpur, Malaysia,
25 maret 2006


LANDSKAP SABANG

senja hari, begitu aku tiba
laut meredam cahaya merah langit
akupun tepekur menyonsong malam
mendamaikan keruh pikiran dengan sunyi sabang hari ini

ah, betapa gairah aku kenang
gadis-gadis menenteng dagangan
dari dulu, kemana bersembunyi?
blue jeans dan entah apa lagi
pasaran luar negeri

pagi hari, ya pagi hari
lewat jendela tinggi hotel sabang hill
seharian aku berlayar dengan pikiranku
aneuk laot-batee itam *
kelokan naik turun jalan kota
wangi cengkeh dalam lembabnya angin laut
aku berlayar
pulau rondo-rubiah, entah apalagi
dengan pikiranku
menggapai-gapai keriuhan
orang-orang di pelabuhan
barang-barang di pelabuhan
kapal-kapal di pelabuhan
atau cerita jengek **, inang-inang kegelian menyelip bawaan di selangkangan
dimana bersembunyi kesibukan panjang gerombolan orang-orang datang?
(di-pulo-geu-peu-weh) ***
dalam pikiranku, aku semakin paham
jalan-jalan kembali sunyi
dan sebelum senja kembali datang
aku kemaskan catatan-catatan
lalu mempersiapkan perpisahan
di pelabuhan teluk itu
kami sama sepi kini

Desember 1986
* Nama-nama tempat
** Jenggo ekonomi, istilah bagi para penyelundup di masa jaya Freeport Sabang, kebanyakan perempuan pendatang dari luar Aceh.
*** Pulau yang diasingkan, dalam sejarah penjajah Belanda, pernah dijadikan pulau untuk mengasingkan para tahanan.


NONLIS DALAM SAJAKKU. 4

kalau hujan membawa lekat debu dari tangkai daun
engkau masih saja menghias rekah senyum bunga-bunga
melayari kolam mataku dan bersemanyam dalam debar dada

kalau hujan membawa lekat debu dari tangkai daun
kenapa kau tak beranjak dari dinginnya
biar cahaya tinggal di jendela
jadi mantera cinta
jadi siksa dunia?

sehabis hujan membawa lekat debu dari tangkai daun
kesunyian memanjang di udara!


RUMAH

rumah adalah surga, yang setia mendekapmu
ketika kau tidur atau mengucap : tinggal dulu ya?
kepadanya, entah siapa tentram mengangguk
setiap kali kau melangkah, wajahmu tersenyum
bagai bayang-bayang di langit
ketika kau kembali membawa penat
ranjang hangat sandaran resah

rumah adalah surga katamu, dan aku selalu pulang
merapikan selimut atau membersihkan potret kita
setelah semalaman mengembara di negeri asing
dengan gema suara yang menyesatkan
selamat malam, igaunya padamu, mungkin juga buatku
kita pun bergandengan tangan ke dalamNya



Doel CP Allisah :

Lahir di Banda Aceh 3 Mei 1961. Mantan Wartawan dan Reporter TV di beberapa media Indonesia dan Malaysia ini, sekarang lebih banyak bergiat sebagai editor buku. Dalam tahun 2006-2008, menjadi editor 14 judul buku-buku karya para penulis/sastrawan Aceh. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit adalah “Nyanyian Angin� [1992], serta “The Sadness Song� [2007], juga ikut terkumpul dalam berbagai Antologi di Indonesia dan Malaysia. Sekarang menjabat sebagai ketua Aliansi Sastrawan Aceh [ASA]. e_mail : doelcpallisah@yahoo.fr. Website http://doelcpallisah.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger