Diposting: Selasa, 01 Desember 2009 / 00:00:00 | Oleh: annida | Kategori: Berita Penulis
Annida-Online–Dua bulan sudah penyair Doel CP Allisah (48) menjalani perawatan di rumah sakit di Aceh. Doel menderita diabetes. Walau diharuskan istirahat, toh mantan penasihat Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh ini nekad. Ia ogah ketinggalan acara-acara berbau sastra, seperti Ubud Writers and Readers Festival di Bali bulan Oktober lalu, serta Temu Penyair Nusantara Kuala Lumpur, Malaysia akhir November kemarin. Sebelum acara di Ubud pun, sebenarnya Doel sedang dalam perawatan dokter. Lalu ia minta izin untuk rawat jalan saja, demi mengikuti gelaran internasional itu. Pulang dari Ubud, lagi-lagi ia mesti masuk RS. Apa sih yang membuat Ketua Aliansi Sastrawan Aceh (ASA) ini ngotot untuk ikutan hajat sastra itu?
“Ya memenuhi undangan kawan-kawan lama saya, sekalian ingin jalan-jalan juga. Nggak betah terus-terusan diam di kamar. Yang utama sih, jangan sampai Aceh putus hubungan dengan komunitas-komunitas di luar sana, gara-gara tak ada sastrawannya yang ikut serta,” ujar Doel, yang banyak memotret tragedi Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dalam puisinya.
Doel mengaku, ia rela melakukan itu mesti harus melanggar aturan dokter serta mengeluarkan ongkos pribadi. Saat mengikuti acara di Kuala Lumpur kemarin, Doel bersama Fauzan Santa, rektor sekolah menulis Dokarim. Dari Indonesia, menurut Doel terdapat 60 peserta, dan selebihnya penyair dari negara tuan rumah, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Oleh-oleh dari kegiatan di KL itu, Doel diamanahi oleh koordinator dari Indonesia yakni Ahmadun Yossi Herfanda untuk menjadi tim formatur acara serupa di Brunei tahun depan.
“Saya inginnya temu penyair ke-4 tahun depan di Aceh saja. Tapi sepertinya sudah diputuskan di Brunei Darussalam. Oya, mudah-mudahan nama acaranya bisa kembali seperti kesepakatan awal, yang pertama di Medan tahun 2007 itu Medan International Poetry Gathering, yang ke dua Kediri International Poetry Gathering,” ujar Doel. Sebab menurutnya, acara itu tak hanya untuk lingkup Melayu saja namun global.
Lewat partisipasinya dalam pertemuan-pertemuan semacam itu, Doel mengungkapkan, sekurang-kurangnya ia mewakili komunitas seni di Aceh agar bisa menjalin komunikasi, saling tukar informasi dengan komunitas lain.
“Harapannya bisa berguna bagi Aceh. Sebagai orang yang dituakan, saya ingin membawa penulis-penulis di Aceh untuk ikut gabung dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan komunitas lain,” kata mantan wartawan yang tinggal di Jalan Geulumpang No. 6, Lamnyong, Banda Aceh ini.
Selain rajin memantau perkembangan seni sastra dan tetap menulis, Doel juga tetap merajut obsesi. Untuk tahun 2010, ia ingin Pemda NAD mengucurkan dana untuk penerbitan buku.
“Setelah musibah tsunami banyak buku diterbitkan, tapi dananya dari luar. Saya dan teman-teman sastrawan ingin Pemda Aceh punya dana untuk menerbitkan buku di tahun 2010. Jangan hanya FLP yang menerbitkan buku dengan cara patungan. Padahal Aceh ini kan terkenal sastranya sejak zaman dulu,” ungkap Doel.
Untuk mewujudkan itu, Doel dkk mengetuk hati pejabat dengan getol menyerukannya melalui opini di media massa.
“Gubernur juga sudah menjanjikan untuk tatap muka nanti sepulang dari ibadah haji,” imbuh Doel, yang menerobos aturan hidup sehat dengan mencuri-curi minum kopi serta menghisap rokok.
[Esthi/Foto: dok. Doel CP]
Lampiran movie tidak tersedia.
Posting Sebelumnya
Mayra dan Rasa Pede yang Jitu
Kurniawan Junaedhie dan “Cinta Seekor Singa”
Wan Anwar Wafat
Sri Andiani Menulis untuk Menjadi “Sama”
Monolog “Burung Merak” Putu Wijaya Sudah Separuh Jalan
Posting Sebelumnya
Mayra dan Rasa Pede yang Jitu
Kurniawan Junaedhie dan “Cinta Seekor Singa”
Wan Anwar Wafat
Sri Andiani Menulis untuk Menjadi “Sama”
Monolog “Burung Merak” Putu Wijaya Sudah Separuh Jalan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar