Mingguan Mimbar Swadaya / edisi 1, Februari 1987
Memasuki tahun ke-enam puluh lima hidupnya, Mochtar Lubis, ternyata tak pernah kendur dalam mengungkapkan segala sesuatunya, dan pendirian yang telah menjadi sikap hidupnya itu, selalu saja terasa menggigit.
Inilah gambaran seorang Mochtar yang sejak masa muda sampai memasuki usianya yang semakin senja tapi tak pernah luntur dengan “ketajaman” sikapnya. Dan bagi Mochtar Lubis, mengungkapkan sesuatu yang benar kapan dan dimanapun tak pernah ada satu batasan ataupun perjaajian terlebih dahulu. “Kenapa mesti takut mengungkapkan sesuatu yang benar?”, ya toh? ujarnya pada beberapa penyair muda Aceh. Sewaktu kami berbincang-bincang dengannya di Pertemuan Sastrawan Aceh 1986 di Sigli.
Memasuki tahun ke-enam puluh lima hidupnya, Mochtar Lubis, ternyata tak pernah kendur dalam mengungkapkan segala sesuatunya, dan pendirian yang telah menjadi sikap hidupnya itu, selalu saja terasa menggigit.
Inilah gambaran seorang Mochtar yang sejak masa muda sampai memasuki usianya yang semakin senja tapi tak pernah luntur dengan “ketajaman” sikapnya. Dan bagi Mochtar Lubis, mengungkapkan sesuatu yang benar kapan dan dimanapun tak pernah ada satu batasan ataupun perjaajian terlebih dahulu. “Kenapa mesti takut mengungkapkan sesuatu yang benar?”, ya toh? ujarnya pada beberapa penyair muda Aceh. Sewaktu kami berbincang-bincang dengannya di Pertemuan Sastrawan Aceh 1986 di Sigli.
Bekas pimpinan Harian Indonesia Raya yang kerap kali masuk penjara karena tulisannya itu, bagaikan seorang “Ayah” yang ingin mengembalikan semangat anaknya dan ia sangat senang dengan orang-orang muda Aceh yang mau bertanya dan berkonsultasi dengannya. “Kita tak usah terkesima dengan masa lalu yang gemilang, sehingga tak berbuat apa-apa lagi sekarang” ungkapnya lebih lanjut mengomentari masa depan dan denyut sastra di Aceh sekarang, setelah mengukir masa gemilangnya lewat Hamzah Fansyuri dll yang menjadi tonggak sejarah penulisan “Hikayat” di Nusantara ini.
Mochtar Lubis, disamping kesibukannya menulis di berbagai media massa dalam dan luar negeri (sampai hari ini, honorium tulisannya telah bisa mencukupi kebutuhan hidupnya), lelaki janggung ini tak pernah melewati kesenangannya pada berbagai jenis anggrek dan kembang-kembang lainnya. Dan kesenangannya ini tak pernah dilupakannya setiap pulang dari berbagai daerah bahkan ke manca Negara, ia selalu mengantongi biji-biji bibit kembang dan tumbuhan lainnya, walaupun terkadang ia sampai tak tahu jenis apa yang dibawanya, seperti sejenis tumbuhan langka yang dibawanya dari Kenya Afrika. Disamping hobinya pada kembang, ia juga menulis tentang lingkungan hidup yang banyak dimuat Koran serta majalah asing, seperti harian World Paper yang terbit di Boston Amerika Serikat. Meski disibuki berbagai kegiatan “Profesional Writer” ia mengaku selalu santai, semua kegiatan dia lakukan dengan tenang dan dengan rasa cinta, sebab ia tak mau penyusun jadwal acaranya (saya bukan robot, katanya). “Tidak ada sesuatu yang mutlak atau harus saya perbuat, semua bisa diatur” ia menjelaskan, kalau ingin membaca ya membaca. Ingin melukis yang melukis. Ingin main gitar, yang main gitar dan apa salahnya kalau mau berdisco? (tapi tak di hotel, hanya di rumah saja). Disamping menulis dan melukis. Penyair/penasehat majalah sastra Horizon ini juga ikut sibuk sebagai Komisaris Ondoconsult, Direktur Jenderal Pre s Foundation of Asian, Ketua Yayasan Obor serta Ketua Dewan Penyantun Majalah Solidarity (terbitan Manila Filipina) dan lain-lain. Mochtar Lubis juga mahir dengan ilmu bela diri “silat” dan “kungfu”, dan setiap hari bangun pukul lima pagi, setelah mandi dan sholat ia lalu beryoga untuk menjaga keseimbangan kondisi tubuhnya agar tetap segar dan sehat. Tentu saja ia tak lupa menyiram kembang-kembang yang digandrunginya.
Bagi Mochtar Lubis, hobby tidak sekedar hiburan, melainkan sekaligus berkarya. Sehingga hasilnya bisa dinikmati dan memberikan kesenangan perasaan, denga begitu urat syaraf pun tidak tegang ujarnya.
Pengarang/novelis dan budaya yang bukunya telah banyak diterbitkan ini, selain senang pada kembang juga menyenangi musik-musik rakyat serta jazz dan klasik barat. Begitu juga lelaki kelahiran sungai penuh ini, paling banyak mendengarkan suling dan kecapi sunda. Boleh jadi ini tak terlepas dari istrinya Ny. Halimah yang berasal dari tanah parahyangan.
Merekapun selalu bersama-sama, baik ke daerah-daerah maupun ke luar negeri. ”Maklum, sayakan sekretaris pribadi Bapak” ujar Ny. Halimah dalam satu omong ramah kami di Pendopo Kab. Sigli beberapa waktu lalu. Dan wanita lembut itupun mendampingi Mochtar Lubis dengan setianya.
Mochtar Lubis, disamping kesibukannya menulis di berbagai media massa dalam dan luar negeri (sampai hari ini, honorium tulisannya telah bisa mencukupi kebutuhan hidupnya), lelaki janggung ini tak pernah melewati kesenangannya pada berbagai jenis anggrek dan kembang-kembang lainnya. Dan kesenangannya ini tak pernah dilupakannya setiap pulang dari berbagai daerah bahkan ke manca Negara, ia selalu mengantongi biji-biji bibit kembang dan tumbuhan lainnya, walaupun terkadang ia sampai tak tahu jenis apa yang dibawanya, seperti sejenis tumbuhan langka yang dibawanya dari Kenya Afrika. Disamping hobinya pada kembang, ia juga menulis tentang lingkungan hidup yang banyak dimuat Koran serta majalah asing, seperti harian World Paper yang terbit di Boston Amerika Serikat. Meski disibuki berbagai kegiatan “Profesional Writer” ia mengaku selalu santai, semua kegiatan dia lakukan dengan tenang dan dengan rasa cinta, sebab ia tak mau penyusun jadwal acaranya (saya bukan robot, katanya). “Tidak ada sesuatu yang mutlak atau harus saya perbuat, semua bisa diatur” ia menjelaskan, kalau ingin membaca ya membaca. Ingin melukis yang melukis. Ingin main gitar, yang main gitar dan apa salahnya kalau mau berdisco? (tapi tak di hotel, hanya di rumah saja). Disamping menulis dan melukis. Penyair/penasehat majalah sastra Horizon ini juga ikut sibuk sebagai Komisaris Ondoconsult, Direktur Jenderal Pre s Foundation of Asian, Ketua Yayasan Obor serta Ketua Dewan Penyantun Majalah Solidarity (terbitan Manila Filipina) dan lain-lain. Mochtar Lubis juga mahir dengan ilmu bela diri “silat” dan “kungfu”, dan setiap hari bangun pukul lima pagi, setelah mandi dan sholat ia lalu beryoga untuk menjaga keseimbangan kondisi tubuhnya agar tetap segar dan sehat. Tentu saja ia tak lupa menyiram kembang-kembang yang digandrunginya.
Bagi Mochtar Lubis, hobby tidak sekedar hiburan, melainkan sekaligus berkarya. Sehingga hasilnya bisa dinikmati dan memberikan kesenangan perasaan, denga begitu urat syaraf pun tidak tegang ujarnya.
Pengarang/novelis dan budaya yang bukunya telah banyak diterbitkan ini, selain senang pada kembang juga menyenangi musik-musik rakyat serta jazz dan klasik barat. Begitu juga lelaki kelahiran sungai penuh ini, paling banyak mendengarkan suling dan kecapi sunda. Boleh jadi ini tak terlepas dari istrinya Ny. Halimah yang berasal dari tanah parahyangan.
Merekapun selalu bersama-sama, baik ke daerah-daerah maupun ke luar negeri. ”Maklum, sayakan sekretaris pribadi Bapak” ujar Ny. Halimah dalam satu omong ramah kami di Pendopo Kab. Sigli beberapa waktu lalu. Dan wanita lembut itupun mendampingi Mochtar Lubis dengan setianya.
MT/Doel CP Allisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar